Preman, Polisi dan Ilmuan

Di pagi hari yang lumayan cerah, seperti biasa aku berangkat dengan menggunakan motor jadul ku untuk menuju ke tempat kerjaku. Sesekali tanganku mengusap mataku yang kemasukan debu jalanan. Terasa bising, pengap dan sesak jalanan ibukota ini.

Hingga akhirnya aku sampai pada sebuah perempatan jalan yang penuh dengan hiasan pedagang kaki lima, alunan para pengamen serta segerombolan preman yang ikut mengatur jalannya rambu-rambu lalu-lintas.
Para preman ini biasanya disebut dengan Pak Ogah, karena profesi mereka yang suka mengatur lalu-lintas dengan upah Rp 100-1000,-/mobil.

Disaat aku sedang berhenti menuggu lampu hijau menyala, tiba-tiba tanpa disengaja sebuah mobil sedan warna merah melaju dari arah kiri. Karena jalan terlalu ramai, maka hampir saja mobil itu menyerempet Pak Ogah tadi yg sedang berdiri di tengah jalan. Spontan saja teriakan dengan kata-kata kasar dan umpatan keluar dari mulut Pak Ogah tadi. Hampir semua nama binatang disebut satu-satu.

Padahal orang yg berada dalam mobil tersebut adalah salah satu intelektualis ternama di negara ini. Tulisannya, kritikannya serta Ideloginya kerap kali dipakai dalam proses pertumbuhan demokrasi di negara ini. Tapi sayang nama besar serta kontribusi yg besar buat negara ini tidak lebih mulia dari seekor binatang.

Tidak begitu lama waktu berselang, kemudian datanglah seorang polisi dengan seragam lengkap yang kemudian langsung masuk ke dalam pos penjagaan yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi.

Tapi yang buat aku agak kaget, sebelum polisi tadi masuk ke dalam pos, nampak jelas sekali si Preman (Pak Ogah) tadi nampak menundukkan kepala tanda hormat dan segan serta takut kepada sang Polisi tadi. Pemandangan di atas sempat membuatku tertegun sesaat hingga tanpa aku sadari lampu hijau telah menyala dan itu tandanya aku juga harus jalan lagi.

Di tengah jalan satu persatu pertanyaan muncul dalam otakku.
1. Kalau melihat berita tv tentang pembakaran kantor Polsek oleh warga yang terjadi di beberapa daerah akhir-akhir ini, apakah Polisi itu sekarang hanya ditakuti dan disegani oleh preman semata??
2. Apakah kejadian di atas tadi merupakan cermin dari negara ini??
3. Apakah dari kejadian di atas itu pertanda bahwa kelembutan dan keharmonisan itu sudah hilang dari bangsa ini??
4. Apakah dalam menyelesaikan masalah, ketajaman senjata itu lebih diutamakan dari pada sebuah ideologi??

Pertanyaan-pertanyaan itu masih saja terus menghantui fikiranku hingga aku masuk ke dalam kantorku.
Entah sampai kapan pertanyaan itu akan terjawab..???

0 comments:

Post a Comment